Laman

Guru di abad 21

Dear pembaca yang budiman,

Di dalam tulisan saya kali ini tidak bermaksud memojokkan pihak manapun, akan tetapi introspeksi untuk kemajuan bangsa ini.

Definisi guru secara keseluruhan bisa Anda lihat di wikipedia atau kamus besar, akan tetapi perkembangan jaman juga mengharuskan guru beradaptasi cepat dan selangkah lebih maju.

Kondisi yang saya rasakan adalah kita menuntut guru untuk dapat memantau semua anak didiknya sehingga anak didik dapat pandai dan pintar secara instan...darimana bisa demikian? kita harus break down semuanya supaya kondisi di lapangan bisa dimengerti oleh orang tua murid.

Banyak sekolah baik swasta maupun negeri, satu kelasnya bisa terdapat 35 murid bahkan 40 lebih... bayangkan bagaimana kondisi guru saat mengajar. AC/ pendingin ruangan tidak semua sekolah dapat sarana ini, jadi kebanyakan guru mengajar sambil kepanasan dan murid secara tidak langsung juga terimbas.

Apabila tersedia AC/pendingin ruangan pula ini jadi kendala, diantaranya guru letih menerangkan/presentasi karena murid yang sedemikian banyak...dimana semuanya dituntut untuk mengerti dan mudah-mudahan menguasai materi yang disampaikan oleh guru.

Idealnya jumlah kelas yang guru dapat nyaman mengajar adalah 20 siswa hingga maksimal 30 siswa, akan tetapi untuk menjalankan konsep ini pihak sekolah akan membutuhkan ruang kelas lebih dari yang ada sekarang dan itu tidak mungkin terjadi.

Kendala lain adalah saat praktik (khususnya SMK), satu guru berbanding 20 siswa saja sudah kehabisan waktu menjelaskan untuk satu materi sedang materi di SMK....waw banyak sekali bapak/ibu...kompetensi kejuruan dan standar kejuruan dengan total kurang lebih 25 pelajaran kejuruan/ tergantung jurusannya (masa pendidikan 3 tahun) belum termasuk mata pelajaran lain Normatif, Adaptif dan Mulok...semuanya harus siswa mengerti dan kuasai (menurut kurikulum).

Rencana pembelajaran yang dibuat guru semata-mata hanya formal administrasi guru saja yang kurang efektif karena menghabiskan sekian rim dan tinta printer dan terkadang tidak sedikit yang melenceng dari target karena hanya masalah penanganan absensi kelas.

Dan ironinya adalah gaji guru dibayar seminggu kerja untuk hitungan 1 bulan, kepala sekolah suatu sekolah pernah bilang kalau guru itu profesi bukan pegawai.... kalau guru itu profesi, kenapa banyak dari mereka yang ngebet masuk PNS ayoooo... coba jelaskan bapak/ibu kepsek. contoh guru A mengajar selama 40 jam nonstop selama seminggu,  maka yang A terima adalah 40 jam x Rp. 35.000 (contoh perjam mengajar) = Rp. 1.400.000/bln.

Dengan gaji sekian, bpk/ibu bisa kelola apa untuk keluarga tercinta? oleh karena itu guru banyak yanng nyambi di lebih 1 sekolah karena masalah ini bahkan tidak sedikit yang memanipulasi data untuk proses pengajuan sertifikasi guru. dimana sertifikasi guru diberikan oleh pemerintah gratis setiap bulannya mulai dari Rp. 1.500.000. siapa yang ga tertarik coba dapat uang cuma-cuma?

Syarat menjadi guru haruslah sarjana S1, bukan D3. bpk/ibu bisa terkejut apabila anak bpk/ibu selesai kuliah dengan biaya mahal lalu hanya dibayar Rp. 1.400.000/bln selama 5 tahun (minimal pengajuan sertifikasi) tahun 2015, 5 tahun adalah syarat pengajuan NUPTK, tetapi tahun 2016 dengan Bapak Menteri Anis Baswedan memperkenankan pengajuan NUPTK bagi guru baru 1 tahun mengajar....koreksi saya kalau salah ya bpk/ibu.

Bisa kita bandingkan dengan artis Indonesia yang sekali tampil bisa 2 jutaan, yang tidak ada unsur mendidiknya sama sekali. guru dibuat prihatin dan mendidik bagi kemajuan negeri...candaan sarkastik yang belum ditemui solusinya, mau maju kok minimal dana bagi pendidiknya?

Apakah kita lupakan pelajaran negara terpelajar/ peringkat pertama dunia dalam hal pendidikan? contoh Finlandia, gaji guru setara dengan manajer perusahaan dan bergengsi. untuk mengajar TK saja harus master / S2, di Jakarta masih banyak PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) diajar oleh ibu rumah tangga yang hanya di latih sebulan.

Banyak orang tua murid mengejar sekolah negeri hanya karena biaya gratis, bpk ibu jangan terkecoh ya, sekolah di negeri itu banyak yang tidak belajar loh....justru swasta yang saya perhatikan belajarnya efektif. di negeri menang gengsi saja sih, karena saya lulusan negeri.

Lalu dasar mendidik cara kita adalah full teori, pernahkah siswa TK/SD/SMP diajak ke stasiun kereta untuk melatih kepekaan dan kepedulian sosialnya? contoh perilaku antri, tertib di jalan, mentaati peraturan yang berlaku, cara naik angkutan umum yang benar (persilahkan yang keluar terlebih dahulu setelah itu penumpang baru naik).

Banyak kita lihat di jalan siswa SMA/SMK sudah menggunakan motor padahal belum mempunyai SIM, pihak polisi berkali-kali bikin tweet soal kebijakan ini akan tetapi mana mempam bpk polisi kalau lewat Twitter? karena penjualan motor harus capai target (orang marketing motor bilang gitu)

jadi melantur deh....balik lagi ke masalah guru ya

Saran untuk carut marut pendidikan di Jakarta, khususnya:

  1. Guru yang mengajukan sertifikasi haruslah benar-benar menguasai komputer/IT dengan melalui tes yang diselenggarakan oleh Kemendikbud (mudah-mudahan tidak ada KKN). bagi yang manipulasi data kan akhirnya bisa ketahuan ya.
  2. Sekolah sebagai penyedia tempat belajar harus memenuhi standar kelayakan, bpk/ibu bisa jumpai sekolah yang ruangnya hanya 5 kelas akan tetapi diakreditasi oleh asesor pemda setempat dan beroperasi bahkan meluluskan siswanya. jadi jangan ditanya bagaimana literasi dan daya tangkap lulusannya ya.
  3. Program dua anak kembali dinasionalisasikan demi kesejahteraan bersama, mungkin pemerintah bisa kenakan sangsi bagi anak ketiga dst bila tidak mampu. contoh : tidak dapat mengajukan Kartu Indonesia Pintar (KIP), dikenakan pajak, biaya sekolah tidak ditanggung pemerintah dan masih banyak yang lain.
  4. Pembayaran administrasi sekolah siswa harus melalui bank, sehingga kontrol keuangannya mudah apabila terjadi penyelewengan.
  5. Mata pelajaran siswa saya nilai terlalu banyak untuk dikuasai, inilah celah yang dimanfaatkan oleh jasa penyedia pendidikan/lembaga kursus untuk mendulang rupiah. dimana letak adil bagi kaum miskin yang tidak bisa kursus dan akhirnya tetap bodoh seperti orang tuanya?
  6. Asesor tidak diperkenankan memvalidasi akreditasi sekolah domisili provinsinya, supaya valid datanya. akan tetapi pernyataan ini akan hilang karena yang mengetahui masalah setempat adalah orang setempat. coba bagaimana ini?


sampai disini terlebih dahulu.... lain kali akan saya update masalah terkini.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar